Sebuah Quotes dari Film Dead Poets Society (1989) |
Setiap generasi memiliki cita-citanya masing-masing. Orang tua kita, misalnya, bercita-cita menjadi pegawai negeri. Om dan tante juga memiliki keinginan menjadi pegawai dengan gaji tetap dengan nama perusahaan yang besar. Sedangkan generasi transisi (80 sampai 90-an) memiliki cita-cita yang lebih varian tapi tetap memiliki jenjang karir yang jelas: dokter, pilot, polisi, pengacara, bahkan sampai astronot. Sekarang? Sebutkan apa saja kegiatan manusia dan orang-orang tiba-tiba saja menjadikannya profesi dengan penghasilan yang tak kecil.
Sebenarnya cita-cita dari seorang manusia selain bergantung pada waktunya juga bergantung pada tempat dan kultur ia dibesarkan. Misalnya seorang dari desa yang cukup terpencil tidak melihat masa depan lain (alias cita-cita) selain menjadi petani, pengurus kebun, peternak, atau ustadz guru mengaji. Nah, di sini lah peran dari modernisasi terus mengikis batas antar wilayah. Semua orang jadi punya mimpi sebebas-bebasnya dan setinggi-tingginya, serta mereka mempunyai akses untuk itu.
Lalu apa maksud dari judul tulisan ini?
Tulisan ini terinspirasi dari kelanjutan pembicaraan penulis dengan teman. Bahwa orang bisa jadi apapun yang dia inginkan. Namun, dengan banyaknya manusia sekarang, keberadaan individu juga semakin terkikiskan. Hanya segelintir orang yang benar-benar punya pengaruh di dunia ini. Sisanya dapat menjadi apa yang mereka mau, tapi tetap tidak signifikan. Sepuluh tahun setelah kematian mereka, akan dilupakan dalam sejarah umat manusia.
Di sini lah istilah carpe diem muncul.
Carpe diem dalam bahasa Inggris bermakna seize the day. Secara bahasa diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi "Renggutlah Hari". Tapi nampaknya terjemahan ini tidak begitu jelas menggambarkan makna carpe diem yang sesungguhnya bermakna "bahagialah, jangan buat hidupmu sia-sia" atau bahasa gaulnya "YOLO".
Bahagialah! Jika kalian hidup di kota-kota, mendapatkan akses internet, pendidikan dan makanan yang cukup, kalian dapat menjadi apapun tanpa perlu sengsara. Kalian tidak perlu bersusah payah mengusahakan sesuatu, dapat hidup dengan pekerjaan yang sederhana. Kecuali jika menginginkan sesuatu yang lebih seperti baju bermerk, gawai baru, dan kebutuhan tersier lainnya. Maka kalian harus mengejarnya. Sisanya yang diperlukan adalah menjadi bahagia.
Bayangkan jika kalian berusaha begitu keras di perusahaan yang tidak kalian sukai. Bertahun-tahun, berlarut-larut, meninggalkan keluarga atau bahkan tidak berkeluarga, hanya untuk mengejar sesuatu yang dibenci. Untuk apa? Untuk nantinya menjadi tua dan mati sendirian dalam kesedihan?
Ini tentunya terlepas dari konteks agama yang meyakini adanya kehidupan setelah kematian. Jika memasukkan konsep agama, maka diperlukan usaha yang lebih untuk berbuat kebaikan, bermanfaat, berderma, dan lain sebagainya. Tapi bahkan dalam tatanan sekompleks agama, semuanya diatur untuk memberikan kebahagiaan kepada masing-masing individu, baik di dunia maupun akhirat.
Bahagialah, karena pada akhirnya tidak ada yang berarti kecuali kebahagiaanmu.
PS: tulisan ini terinspirasi berat dari film Dead Poets Society dan 3 Idiots. Go check them!