1 Jul 2019

Yang Membuat Cerita Bagus

Libur lebaran, pulang ke kampung halaman. Nongkrong di tempat biasa. Selain bertukar kabar, tentunya ada topik-topik hangat untuk dibicarakan. Game of Thrones adalah salah satu yang paling hangat. Tapi di toongkrongan ini rupanya cuma saya yang lengkap menonton dari musim pertama hingga musim final. Ketika disuruh menceritakan alurnya, saya benar-benar kebingungan harus mulai dari mana. Apakah mulai dari Ned Stark dan keluarganya? Atau pemberontakan Robert Baratheon yang dipicu kelakuan si Mad King dan penculikan Lyanna Stark? Atau mundur lebih jauh ke masa First Men, Children of Forest, dan lahirnya Night King? Yang jelas ini akan menjadi malam panjang lainnya di mana saya yang akan menjadi tukang dongengnya.


Setelah acara nongkrong ringan yang berubah menjadi kelas mendongeng itu, saya berpikir. Apa sebenarnya yang membuat Game of Thrones begitu bagus? Karena saya adalah penonton serial sekaligus pembaca bukunya, saya memutuskan untuk menonton dan membaca ulang cerita tersebut. Untuk menyaksikan apa sebenarnya yang membuat Game of Thrones (atau bukunya, A Song of Ice and Fire) begitu mempesona.

Karakter
Jon Snow, si anak haram dari Ned Stark. Penuh kehormatan, rasa keadilan, dan patuh terhadap nilai serta moral. Tidak gegabah, penuh pengertian, dan selalu ingin menjadi yang terakhir dalam memimpin. Rob Stark, anak tertua dari Ned Stark. Sepantaran dengan Jon Snow. Ia kuat, tegas, memiliki wibawa. Kesamaannya dengan Jon Snow adalah soal kehormatan dan moral yang diajarkan dari Ned Stark. Selebihnya, mereka berdua memiliki karakter yang jauh berbeda. Pembaca atau penonton langsung mengetahui tindakan apa saja yang akan dilakukan dan tidak dilakukan oleh kedua tokoh tersebut. Masing-masing memiliki pertumbuhan karakternya melalui jalannya masing-masing.

Berbeda dengan serial cerita lain, Game of Thrones memiliki banyak karakter dengan kedalaman yang tidak bisa diremehkan. Karakter sampingan seperti Bronn of Blackwater, atau Ser Davos Seaworth memiliki kekhasan mereka masing-masing. Motivasi dan latar belakang mereka juga diceritakan dengan baik tanpa membingungkan pemirsa dengan karakter utama yang multi-dimensional.  Bahkan mereka berduamemiliki fans tersendiri di dunia nyata.

Ini berbeda dengan kisah fantasi lainnya. Bandingkan dengan Harry Potter. Bagaimana karakter yang dimiliki oleh Crabbe dan Goyle? Atau jangan-jangan kebanyakan penontonnya bahkan lupa dengan dua karakter tersebut? Apakah satu-satunya alasan mereka berdua jahat adalah karena terlahir di keluarga  yang jahat? Saya tidak bermaksud merendahkan, hanya memberikan contoh. Harry Potter adalah serial yang mendunia dan memiliki basis fans yang tinggi. Ia mempunyai demografinya sendiri.

Serial Game of Thrones menawarkan kedalaman dalam berbagai karakter sehingga pemirsa dari berbagai latar belakang pun akan sendirinya tertarik dengan karakter tertentu sesuai dengan seleranya.

Skala
Sebuah kisah fantasi menjadi membosankan ketika skala cerita sebatas kehidupan seseorang. Game of Thrones benar-benar menawarkan konsep menarik sesuai namanya, perebutan tahta. Tidak hanya soal pemberontakan dari klan Stark di utara, tapi isu-isu peperangan lain seperti pengkhianatan, agama, sosial-politik, hingga legenda yang menjadi nyata seperti White Walkers. Semuanya dikemas secara rapi dan saling berkaitan satu sama lain. Apa yang diperebutkan pun tidak main-main: jutaan nyawa dan keberlangsungan iklim di Seven Kingdoms.

TIndakan seseorang sangat berpengaruh pada tokoh lainnya. Dalam jalannya cerita, mungkin suatu tindakan bisa terlihat tidak signifikan. Tapi di masa depan, semuanya akan berkait dan seolah terjadi pemenuhan terhadap ramalan. Itulah yang membuat Game of Thrones memiliki banyak fans loyal. Mereka berspekulasi atas tindakan yang dilakukan tokoh dalam cerita. Berandai-andai apakah tindakannya itu merupakan jawaban atas foreshadow dari episode yang telah lampau. Atau justru merupakan sebuah foreshadow lain. Itu semua beserta banyak teori lainnya lalu dituangkan dalam berbagai forum, video, hingga warung-warung kopi. Semuanya hanya menambah hype dari Game of Thrones dan terus menarik jutaan orang untuk menonton.

Twist
Kalau kata RL Stein dalam film Goosebumps, sebuah cerita terdiri atas tiga bagian. Pembuka, konflik, dan twist! Di Game of Thrones, pemirsa sering kali tidak berharap banyak pada suatu karakter untuk hidup melalui suatu kejadian. Ned Stark, seseorang yang menjadi salah satu tokoh utama dan menjadi poster utama Game of Thrones season 1 harus mati di akhir season pertama (mati di buku pertama). Pemirsa kemudian mengalihkan perhatiannya pada tokoh lain seperti istri atau anak dari Ned Stark, untuk kemudian berhenti berharap karena karakter tersebut juga mati.

Itu baru kematian. Belum lagi tak terhitung banyaknya pengkhianatan, dusta, atau tindakan tidak terduga yang dilakukan oleh para tokohnya. Semuanya diceritakan masih dalam koridor kedalaman karakter yang dalam sehingga jika terjadi sesuatu, pemirsa ikut merasakan dampak yang luar biasa terhadap kejadian tersebut.