25 Mei 2019

Game of Thrones: Cerita Sebagai Pemersatu


Game of Thrones, (arguably) the most popular TV Series in the world, sudah berakhir pekan lalu. Banyak kritik yang dilayangkan kepada duo penulis D&D karena cerita yang terkesan dangkal, terburu-buru dan jauh dari citra Game of Thrones selama ini. Terlepas dari itu, ada satu adegan menarik yang terjadi di episode 6, episode terakhir Game of Thrones Season 8 ini.Yaitu (spoiler alert) terpilihnya Bran the Broken sebagai raja westeros. The King of The Six Kingdoms. Karena apa? Karena Tyrion Lannister mengungkapkan apa sebenarnya yang mempersatukan manusia: cerita.

Dalam buku Sapiens: A Brief History of Humankind, Yuval Noah Harari sebagai penulis menuturkan bahwa cerita (dalam hal ini fiksi) adalah salah satu properti yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain selain manusia. Bahwa dalam perkembangannya manusia mewariskan pengetahuan tidak saja melalui DNAnya (yang mana butuh waktu ribuan bahkan jutaan tahun).

Manusia mulai mewariskan pengetahuan, cerita, mimpi, hingga kepercayaan terhadap sesuatu melalui perantara percakapan. Baik itu dari orang tua kepada anaknya, atau dari satu anggota suku ke anggota lainnya. Bahkan hingga meninggalkan jejak berupa lukisan di gua-gua yang pernah mereka tinggali. Dengan percakapan itu, manusia bisa mengetahui sesuatu yang tidak mereka alami atau bahkan sebenarnya tidak pernah ada (seperti kisah mistis atau animisme).

Saya penulis merasa beruntung karena dalam perjalanan hidup saya sendiri mendapatkan berbagai pengalaman dan pelajaran hidup dari cerita orang-orang di sekitar saya.

Dulu ketika masih di SMP, mendengarkan cerita adalah agenda harian saya sebelum memulai pelajaran di sekolah. Bukan dari orang tua, ataupun dari kurikulum sekolahnya, tapi dari cerita teman-teman saya sendiri. Banyak hal yang diceritakan. Mulai dari sepak bola, perempuan kelas sebelah, sampai pengalaman tawuran antar geng motor lokal di Lombok sana.

Setiap hari setelah memarkir sepeda, saya selalu mengambil posisi di bangku nomor 2 dari belakang. Siap mendengarkan cerita apa saja yang akan hadir hari itu dari teman-teman dengan berbagai latar belakang. Saya sendiri jarang bercerita, hanya duduk diam mendengarkan. Ikut tertawa ketika bagian lucu, ikut marah ketika suasana cerita membangkitkan emosi. Semua perasaan canda tawa, sedih, amarah, cemburu, puas, semuanya hadir meskipun kadang kami mengetahui bahwa cerita yang dibawakan tidak 100% benar-benar terjadi. Banyak tambahan drama dan hiperbola.

Tapi mungkin itu semua yang membuat masa SMP saya menjadi masa yang paling berharga yang pernah saya miliki. Semua cerita-cerita itu.


Kenangan yang kuat juga timbul atas cerita yang kuat pula. Steve Jobs mungkin sudah lama wafat, tapi ceritanya tetap menggugah para businessman yang ingin mengejar kesuksesan setara dirinya. Romeo dan Juliet akan sulit digantikan sebagai duo ikon cinta sejati karena cerita mereka. Hingga sesuatu yang sakral seperti agama pun digugah oleh cerita-cerita tentang mukjizat, ancaman, dan harapan akan kehidupan setelah kematian. Bahkan Game of Thrones sendiri berhasil menyatukan orang-orang di seluruh dunia dalam dunia fantasi karangan George R.R. Martin.

Karena itu, ketika Tyrion Lannister (dengan mengejutkan) memberikan pendapat bahwa cerita lah yang mempersatukan manusia, semuanya menjadi logis. Negara dibangun atas latar belakang cerita (sejarah) yang sama. Komunitas dibentuk atas dasar minat, bakat, dan cerita yang sama. Hingga berkumpul untuk mengadakan buka puasa bersama didasari atas cerita akan masa-masa yang telah lewat.

Let's make our own story!


-Ashobta Azry