Militan.
/mi·li·tan/ a bersemangat
tinggi; penuh gairah; berhaluan keras.
Militansi
/mi·li·tan·si/ n ketangguhan dalam
berjuang (menghadapi, kesulitan, berperang, dan sebagainya).
-- A Thought Written
Alasan apa yang dapat diterima untuk ingkar dalam suatu janji?
Terlambat bangun? Lupa? Atau memang tidak tahu?
Yang terakhir tentu saja masih wajar.
“Tapi, kan, sudah dishare di grup”
Adalah salah satu kalimat yang saya benci mendengarnya.
Untuk seseorang yang menghabiskan lebih dari separuh waktunya menatap
layar hape, saya masih sering ketinggalan informasi. Kelas diliburkan mendadak,
perubahan jam mata kuliah, rapat dadakan, dan banyak hal mendadak nan tiba-tiba
lainnya biasa saya rasakan. Semuanya berdalih dengan kecepatan informasi dan
kepraktisan suatu entitas wadah bersama yang disebut GRUP CHAT.
Kenapa masih miss?
Karena smartphone saya tidak
hanya untuk chat. Kalau hanya untuk chat, untuk apa predikat smartphone
disematkan padanya?
Ada course online, buku-buku, dan
banyak hal prioritas lainnya yang bisa diraih.
Saya egois?
HAHAHA.
Saya yang egois atau anda yang
terlalu malas untuk menggunakan fitur yang disebut PRIVATE CHAT.
Fitur yang disebut Grup Chat
sering kali dibanjiri guyonan, lelucon, yang memang kadang bisa menghibur di
kala sumpek. Tapi kemudian berubah menjadi sangat tidak jelas, spam (pamer)
sticker, dan hal-hal lain yang membuat saya terpaksa mute Grup Chat. Sehingga notifikasi hanya muncul di hape saya saat
ada private chat.
Dan saya yakin, saya bukan
satu-satunya yang melakukan mute. Di
sini lah permasalahan berawal.
Rapat dan forum merupakan ruh
organisasi. Ia adalah gerigi kunci pada mesin perserikatan. Organisasi yang baik
dimulai dari rapat rutin yang sehat dan forum yang baik. Tapi apa jadinya
ketika orang yang menghadiri keduanya merupakan segelintir orang dengan satu
pandangan saja?
Stagnant.
Menghadapi arus deras informasi
pada zaman ini, memang sangat menghabiskan waktu untuk melakukan japri satu per
satu kepada semua anggota organisasi. Lebih mudah mengirim di grup. Lalu ketika
forum atau rapat menjadi sepi, tinggal menyalahkan mereka yang tidak membaca
grup. Simpel bukan?
Simpel. Juga membunuh kedekatan
dan rasa kekeluargaan pada organisasi.
Dalam formatnya, organisasi
sering kali mengikat anggota atau kadernya dengan kontrak emosional ketimbang
kontrak sosial maupun finansial. Memang, bagi sebagian komunitas, terdapat
kontrak sosial dan kontrak finansial yang dipakai untuk memecut kerja
anggotanya. Tapi apa yang benar-benar menyatukan adalah kontrak emosional.
Marah-marah di grup adalah tindakan yang mengoyak kontrak emosional. Bukannya
malah membuat sadar, malah menjauhkan jarak yang sudah jauh.
Memang, saya bukan termasuk orang
yang menggunakan fitur private chat
dengan optimal. Dalam beberapa kampanye pemilihan ketua terhadap organisasi
atau panitia, saya juga sering kali membacot untuk memberikan solusi secara
personal. Person-to-person. Jika ada
suatu masalah, maka akan dihadapi secara pribadi untuk menjaga kontrak
emosional. Hingga saatnya saya sampai di ujung masa pengabdian, ternyata sangat
sedikit saya amalkan.
Apa yang membuat saya sadar akan
hal ini adalah karena ini terjadi sendiri kepada saya di paruh pertama tahun
2019.
Ketika itu adalah masa-masa
paling rendah yang pernah saya alami. Seketika semua orang menjadi musuh dan
pikiran saya membisiki hal-hal negatif setiap hari. Jangankan untuk kuliah,
untuk mengganti baju saja saya menjadi enggan.
Dan sebuah private chat dari orang paling menjengkelkan yang menarik saya
kembali.
End of part 1.