4 Nov 2019

ORGANISASI TANPA MILITANSI part 1



Militan.
/mi·li·tan/ bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras.

Militansi
/mi·li·tan·si/ n ketangguhan dalam berjuang (menghadapi, kesulitan, berperang, dan sebagainya).


-- A Thought Written 

Alasan apa yang dapat diterima untuk ingkar dalam suatu janji? Terlambat bangun? Lupa? Atau memang tidak tahu?
Yang terakhir tentu saja masih wajar.

“Tapi, kan, sudah dishare di grup”
Adalah salah satu kalimat yang saya benci mendengarnya.

Untuk seseorang yang menghabiskan lebih dari separuh waktunya menatap layar hape, saya masih sering ketinggalan informasi. Kelas diliburkan mendadak, perubahan jam mata kuliah, rapat dadakan, dan banyak hal mendadak nan tiba-tiba lainnya biasa saya rasakan. Semuanya berdalih dengan kecepatan informasi dan kepraktisan suatu entitas wadah bersama yang disebut GRUP CHAT.

Kenapa masih miss?
Karena smartphone saya tidak hanya untuk chat. Kalau hanya untuk chat, untuk apa predikat smartphone disematkan padanya?
Ada course online, buku-buku, dan banyak hal prioritas lainnya yang bisa diraih.
Saya egois?
HAHAHA.
Saya yang egois atau anda yang terlalu malas untuk menggunakan fitur yang disebut PRIVATE CHAT.

Fitur yang disebut Grup Chat sering kali dibanjiri guyonan, lelucon, yang memang kadang bisa menghibur di kala sumpek. Tapi kemudian berubah menjadi sangat tidak jelas, spam (pamer) sticker, dan hal-hal lain yang membuat saya terpaksa mute Grup Chat. Sehingga notifikasi hanya muncul di hape saya saat ada private chat.

Dan saya yakin, saya bukan satu-satunya yang melakukan mute. Di sini lah permasalahan berawal.

Rapat dan forum merupakan ruh organisasi. Ia adalah gerigi kunci pada mesin perserikatan. Organisasi yang baik dimulai dari rapat rutin yang sehat dan forum yang baik. Tapi apa jadinya ketika orang yang menghadiri keduanya merupakan segelintir orang dengan satu pandangan saja?

Stagnant.

Menghadapi arus deras informasi pada zaman ini, memang sangat menghabiskan waktu untuk melakukan japri satu per satu kepada semua anggota organisasi. Lebih mudah mengirim di grup. Lalu ketika forum atau rapat menjadi sepi, tinggal menyalahkan mereka yang tidak membaca grup. Simpel bukan?

Simpel. Juga membunuh kedekatan dan rasa kekeluargaan pada organisasi.

Dalam formatnya, organisasi sering kali mengikat anggota atau kadernya dengan kontrak emosional ketimbang kontrak sosial maupun finansial. Memang, bagi sebagian komunitas, terdapat kontrak sosial dan kontrak finansial yang dipakai untuk memecut kerja anggotanya. Tapi apa yang benar-benar menyatukan adalah kontrak emosional. Marah-marah di grup adalah tindakan yang mengoyak kontrak emosional. Bukannya malah membuat sadar, malah menjauhkan jarak yang sudah jauh.

Memang, saya bukan termasuk orang yang menggunakan fitur private chat dengan optimal. Dalam beberapa kampanye pemilihan ketua terhadap organisasi atau panitia, saya juga sering kali membacot untuk memberikan solusi secara personal. Person-to-person. Jika ada suatu masalah, maka akan dihadapi secara pribadi untuk menjaga kontrak emosional. Hingga saatnya saya sampai di ujung masa pengabdian, ternyata sangat sedikit saya amalkan.

Apa yang membuat saya sadar akan hal ini adalah karena ini terjadi sendiri kepada saya di paruh pertama tahun 2019.

Ketika itu adalah masa-masa paling rendah yang pernah saya alami. Seketika semua orang menjadi musuh dan pikiran saya membisiki hal-hal negatif setiap hari. Jangankan untuk kuliah, untuk mengganti baju saja saya menjadi enggan.

Dan sebuah private chat dari orang paling menjengkelkan yang menarik saya kembali.

End of part 1.