Kemarin
habis nonton ulang serial legendaris, Avatar The Last Airbender. Ada momen yang membuat serasa deja vu.
Untuk yang
belum tau, Avatar ini adalah cerita tentang sebuah dunia di mana orang-orang
bisa mengendalikan salah satu dari keempat elemen: air, tanah, api, udara. Nah,
si negara Api ini menyerang ketiga elemen lainnya, hanya Avatar, yang menguasai
keempat elemen yang bisa menghentikan perang. Sayangnya, Aang, selaku Avatar
yang dicari-cari hanyalah bocah berusia 12 tahun yang terjebak di dalam es
selama 100 tahun. Oke itu aja sinopsisnya, cari di google kalau mau tahu lebih
banyak. Kalau males ini linknya: https://id.wikipedia.org/wiki/Avatar:_The_Legend_of_Aang
Jadi di
episode 11 season 1, ada hal yang menggelitik. Agak lucu-lucu gimana gitu.
Karena kondisinya mirip Indonesia sekarang: pemilu 2019. Empat hari lagi, nih,
menuju kontestasi pemilu. Tapi yang aku sendiri takutkan adalah apa yang datang
setelahnya.
Anyway,
gimana ceritanya?
Jadi di
episode ini Aang bertemu dengan 2 suku yang sudah 100 tahun bertengkar. Mereka
berebut untuk bisa melewati lembah luas. Akhirnya mereka bersama menyebrangi
lembah walaupun dengan jalan yang berbeda karena tak sudi berdekatan. Ketika
bermalam, akhirnya mereka cerita asal-usul permusuhan mereka. Semuanya berawal
dari dua tokoh masing-masing suku yang punya masalah. Dan itu semua berbuntut
panjang sampai 100 tahun. Si Avatar Aang akhirnya mengambil jalan tengah, yaitu
menjelaskan kejadian sebenarnya 100 tahun yang lalu bahwa sebenarnya kedua
tokoh suku ini adalah sahabat, bahkan saudara.
Kesimpulannya
kedua suku berakhir damai dengan cerita bijak dari Avatar Aang. Kecuali bahwa
cerita itu tidak bijak sama sekali, ceritanya bohong. Hanya hasil karangan
Aang. Tapi jika itu bisa mendamaikan kedua suku yang sudah 100 tahun
berselisih, mengapa tidak?
Cebong dan
kampret juga mengalami kisah yang sama. Padahal kita berasal dari bangsa yang
sama, tapi bisa juga terpecah karena pilihan politik. Ketakutan terbesar adalah setelah pemilu
selesai, semuanya masih terpecah belah. WhatsApp keluarga nantinya selalu
panas. Kakak adik yang bertengkar juga semakin renggang. Tetangga nggak lagi
saling sapa. Dan yang paling parah, siapapun presidennya, sebaik apapun kinerjanya,
sejujur apapun, akan tetap dicaci maki oleh hatersnya.
Padahal
dulunya kita semua satu. Sekarang udah terpecah jadi dua kubu – kalo gak tiga.
Saya sendiri
memutuskan berdiri di tengah. Sebagai pihak yang netral. Bukan netral yang diam
aja. Bukan juga netral karena apatis atau tidak peduli. Tapi.
Sayangnya di
dunia nyata nggak ada sosok sefenomenal Aang. Nggak ada (belum seenggaknya)
yang punya role messiah, sang
penyelemat, yang akan dipatuhi semua orang. Tapi setiap dari kita bisa
bertindak dengan cara kita sendiri. Di tongkrongan tempat biasa ngopi. Di
geng-geng yang punya hobi yang sama. Di party-party
game online. Kita bertindak sebagai moderator yang moderat. Tidak bertindak
sebagai haters dan lovers, tapi murni objektif karena tindakan seseorang.
Bersama,
mungkin bisa aja kita ciptakan nuansa seolah Avatar hadir di tengah kita.
Membenahi perpecahan yang lama berlangsung. Karena kita mau berpikir sesuai
akal sehat dan menjadi moderat.
Atau kita perlu
musuh yang mengancam keberadaan Indonesia sampai ingin dijajah pakai serbuan
pesawat F-21, tank, kapal selam, dan nuklir baru bisa bersatu?
Geez guys,
grow up and let’s make Indonesia a better place. Bring the unity upon us, once
again.
Oke udah itu
aja ocehan sore ini.
Dah.