13 Apr 2019

Avatar The Last Airbender dan Indonesia Sekarang (Menjelang Pemilu 2019)

 
Kemarin habis nonton ulang serial legendaris, Avatar The Last Airbender. Ada momen yang membuat serasa deja vu.


Untuk yang belum tau, Avatar ini adalah cerita tentang sebuah dunia di mana orang-orang bisa mengendalikan salah satu dari keempat elemen: air, tanah, api, udara. Nah, si negara Api ini menyerang ketiga elemen lainnya, hanya Avatar, yang menguasai keempat elemen yang bisa menghentikan perang. Sayangnya, Aang, selaku Avatar yang dicari-cari hanyalah bocah berusia 12 tahun yang terjebak di dalam es selama 100 tahun. Oke itu aja sinopsisnya, cari di google kalau mau tahu lebih banyak. Kalau males ini linknya: https://id.wikipedia.org/wiki/Avatar:_The_Legend_of_Aang

Jadi di episode 11 season 1, ada hal yang menggelitik. Agak lucu-lucu gimana gitu. Karena kondisinya mirip Indonesia sekarang: pemilu 2019. Empat hari lagi, nih, menuju kontestasi pemilu. Tapi yang aku sendiri takutkan adalah apa yang datang setelahnya.

Anyway, gimana ceritanya?

Jadi di episode ini Aang bertemu dengan 2 suku yang sudah 100 tahun bertengkar. Mereka berebut untuk bisa melewati lembah luas. Akhirnya mereka bersama menyebrangi lembah walaupun dengan jalan yang berbeda karena tak sudi berdekatan. Ketika bermalam, akhirnya mereka cerita asal-usul permusuhan mereka. Semuanya berawal dari dua tokoh masing-masing suku yang punya masalah. Dan itu semua berbuntut panjang sampai 100 tahun. Si Avatar Aang akhirnya mengambil jalan tengah, yaitu menjelaskan kejadian sebenarnya 100 tahun yang lalu bahwa sebenarnya kedua tokoh suku ini adalah sahabat, bahkan saudara.
Kesimpulannya kedua suku berakhir damai dengan cerita bijak dari Avatar Aang. Kecuali bahwa cerita itu tidak bijak sama sekali, ceritanya bohong. Hanya hasil karangan Aang. Tapi jika itu bisa mendamaikan kedua suku yang sudah 100 tahun berselisih, mengapa tidak?

Cebong dan kampret juga mengalami kisah yang sama. Padahal kita berasal dari bangsa yang sama, tapi bisa juga terpecah karena pilihan politik.  Ketakutan terbesar adalah setelah pemilu selesai, semuanya masih terpecah belah. WhatsApp keluarga nantinya selalu panas. Kakak adik yang bertengkar juga semakin renggang. Tetangga nggak lagi saling sapa. Dan yang paling parah, siapapun presidennya, sebaik apapun kinerjanya, sejujur apapun, akan tetap dicaci maki oleh hatersnya.

Padahal dulunya kita semua satu. Sekarang udah terpecah jadi dua kubu – kalo gak tiga.

Saya sendiri memutuskan berdiri di tengah. Sebagai pihak yang netral. Bukan netral yang diam aja. Bukan juga netral karena apatis atau tidak peduli. Tapi.


Sayangnya di dunia nyata nggak ada sosok sefenomenal Aang. Nggak ada (belum seenggaknya) yang punya role messiah, sang penyelemat, yang akan dipatuhi semua orang. Tapi setiap dari kita bisa bertindak dengan cara kita sendiri. Di tongkrongan tempat biasa ngopi. Di geng-geng yang punya hobi yang sama. Di party-party game online. Kita bertindak sebagai moderator yang moderat. Tidak bertindak sebagai haters dan lovers, tapi murni objektif karena tindakan seseorang.

Bersama, mungkin bisa aja kita ciptakan nuansa seolah Avatar hadir di tengah kita. Membenahi perpecahan yang lama berlangsung. Karena kita mau berpikir sesuai akal sehat dan menjadi moderat.

Atau kita perlu musuh yang mengancam keberadaan Indonesia sampai ingin dijajah pakai serbuan pesawat F-21, tank, kapal selam, dan nuklir baru bisa bersatu?

Geez guys, grow up and let’s make Indonesia a better place. Bring the unity upon us, once again.

Oke udah itu aja ocehan sore ini.

Dah.