Terlepas dari
khilafiyah perayaan, tanggal kelahiran, dan apapun terkait kelahiran Nabi
Muhammad saw., patut
dijadikan ajang refleksi bersama bagi umat muslim sedunia, sudah seberapa
jauhkah kita sebagai umat mengenal Nabi saw. yang selalu kita junjung?
“Orang yang
paling berat ujiannya adalah para Nabi,
kemudian orang-orang shālih, kemudian selanjutnya dan selanjutnya.”
Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masyhur di kalangan umat
Islam awam sebagai sosok yang sangat sederhana, penuh dengan kelembutan dan
kasih sayang. Tentu saja sifat ini merupakan pemberian dari Allah subhana wa
ta’ala. Namun Allah tidak serta merta memberikannya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu saja. Masa lalu Sang Rasul mungkin lebih
pahit dari yang kita bayangkan, dan beliau menghadapinya dengan lebih tabah.
Terlahir dalam keadaan yatim, kala itu Muhammad kecil harus menanggung
beban ditinggalkan seorang ayah. Ibundanya bersusah payah mencarikannya ibu
susuan untuk merawat Muhammad. Kala itu memang sudah menjadi tradisi anak-anak
Mekkah dibesarkan di desa oleh ibu susuan, jauh dari kota dan pengaruh buruknya.
Hingga akhirnya dengan takdir Allah, Muhammad dirawat oleh Halimah binti
Abdullah di perkampungan bani Sa’d.
Alhamdulillah, desa yang saat itu sedang krisis dan kekeringan tiba-tiba
menjadi lebih subur dan berkah berkat kedatangan Muhammad di desa. Namun
menjadi anak yang dititipkan tidak lantas membuat Muhammad kecil menjadi manja.
Ia telah belajar untuk ikut mengembala kambing sejak berusia 3 tahun. Sungguh
suatu hal yang patut dijadikan cerminan bagi kehidupan masa kini.
Pada saat usia Muhammad 4 tahun, beliau dikembalikan kembali kepada
ibundanya – setelah peristiwa pembelahan dada yang menimpa diri Nabi. Karena
rasa rindu ibunya terhadap sang suami, saat Muhammad berumur 6 tahun, ibunda
mengajaknya, seorang pembantu, serta kakeknya (Abdul Muthalib) untuk berziarah
ke makam ayahnya yang berjarak 500 kilometer dari kota Mekkah. Dalam perjalanan
pulang, Muhammad kecil harus kembali ke Mekkah sebagai yatim piatu karena
ibunda beliau wafat setelah sakit keras dalam perjalanan pulang.
“Engkau juga
menggembalakan kambing, wahai Rasūlullāh?”
Berkata
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
“Iya, saya
menggembalakan kambing, saya dulu menggembalakan kambing-kambingnya orang
Mekkah untuk dapat upah dari mereka.”
(HR Bukhari
nomor 2102, versi Fathul Bari nomor 2262)
Abdul Muthalib sebagai seorang pembesar suku yang telah kehilangan putranya
Abdullah (ayah dari Rasulullah), memutuskan untuk merawat Muhammad sepeninggal
ibunya. Walaupun Abdul Muthalib terkenal sebagai salah seorang tokoh pembesar
Quraisy dari bani Hasyim, namun kekayaannya tak seberapa dibandingkan tokoh-tokoh
yang lain. Karena itu Muhammad kecil masih tetap hidup dalam kesederhanaan.
Dari asuhan kakeknya ini ia mulai diajak dalam forum tokoh pembesar Quraisy
sebagai bukti kasih sayang dan keyakinan bahwa Muhammad kelak akan menjadi
seorang pembesar juga.
Namun tak lama kemudian, Muhammad juga harus ditinggal wafat oleh kakeknya.
Ia akhirnya diasuh oleh Abi Thalib bin Abdul Muthalib, pamannya. Seperti
ayahnya, paman Rasulullah ini termasuk tokoh terpandang Quraisy, namun juga
miskin secara ekonomi. Sehingga Rasulullah tidak hanya berpangku tangan. Ia
menggembalakan kambing miliki warga Mekkah untuk mendapatkan upah. Tidak jarang
pula Rasul ikut berkelana dalam rangka ekspedisi dagang bersama pamannya ke
negeri-negeri jauh.
Kesedihan Rasulullah pun tetap berlanjut ketika dewasa saat Rasulullah harus
menghadapi fakta bahwa sebagian besar anak beliau meninggal dunia saat masih
muda. Bahkan anak lelakinya, Ibrahim meninggal di pangkuan beliau. Belum lagi
peristiwa ‘amul huzn saat istri dan paman beliau di tahun yang sama meninggal
dunia.
Semua pengalaman masa kecil hingga dewasanya membuat sosok Rasulullah sangat
dekat dengan masyarakat miskin dan anak yatim. Bahkan beliau menjanjikan tempat
khusus di surga bagi orang-orang yang mengasihi anak yatim. Kisah ini bukti
bahwa Allah senantiasa memberikan cobaan seseorang sesuai dengan kadar
kemampuannya. Juga merupakan bukti bahwa pelajaran yang paling penting adalah
pengalaman hidup, dan tidak ada sesuatu yang dapat diraih tanpa usaha.
Semoga kisah ini membuka motivasi bagi kita untuk terus mengenal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dekat. Lebih cinta kepada Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam dan lebih meneladaninya.
“Seorang
yang berusaha untuk mengurus janda dan orang miskin (termasuk anak yatim)
seperti berjihad di jalan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
(HR Bukhari nomor 4934, versi Fathul Bari
nomor 5353)
Wallahu a’lam,
M Ashobta Azry
JMMI Foundation 17/18
Works References:
Sumber gambar: dokumentasi pribadi, Masjid di wilayah Sembalun, Lombok, NTB.
(Webs accessed 27/11/2017)
https://www.ceramah.org/page/2/?s=Peristiwa+Masa+Kecil+Nabi+Muhammad+
http://www.pesantrenalirsyad.org/siapa-rasulullah-dan-masa-kecil-beliau-shallallahu-alaihi-wa-sallam/
https://www.radiorodja.com/6492/kisah-kelahiran-nabi-muhammad-dan-persusuan-beliau-bagian-ke-2-hingga-meninggalnya-ibunda-nabi-aminah-faedah-faedah-sirah-nabawiyah-ustadz-dr-ali-musri-semjan-putra-ma
Kajian Sirah Nabawiyah Bersama Ustadz Mudzoffar
Jufri, setiap Rabu ba’da Maghrib @SDIT Al-Uswah Surabaya.