Serat Optik Sebagai Basis Kota Cerdas Indonesia
Oleh:
Muhammad Ashobta Azry
Teknik Fisika 2016
Serat
optik (optical fiber) merupakan salah
satu instrumen fotonika yang banyak berkembang dewasa ini. Serat optik
digunakan untuk mentransmisikan cahaya dari ujung satu ke ujung yang lain yang
memungkinkan transfer data melalui jarak yang jauh dengan bandwith data yang besar dibandingkan dengan kabel serat biasa.[1]
Di sisi lain, dalam desain kota cerdas (smart
city), diperlukan sebuah sistem teknologi informasi dan internet of things (IoT) yang mengintegrasi pembangunan yang ada dalam kota, kegiatan
industri, perkantoran, pendidikan, serta kegiatan sehari-harinya.[2] Untuk
mewujudkan kota cerdas melalui penggunaan serat optik, khususnya di
daerah-daerah di Indonesia diperlukan adanya beberapa tahap: perkembangan
teknologi serat optik dari sisi bahan dan kerjanya, proses penggunaan dan branding, serta implementasi nyata.
Proses perkembangan teknologi serat
optik dari sisi bahan sedang gencar di lakukan. Bahan utama yang kini menjadi
inti (core) dari serat fiber adalah
silika. Hal ini karena silika memiliki sifat mentransmisikan cahaya yang cukup
tinggi. Terutama pada spektrum dekat infrared (near-infrared atau near IR)
sekitar 1,5 mikrometer, silika bisa memiliki daya serap cahaya dan kehilangan
akibat penyebaran yang sangat rendah dengan orde 0,2 dB/km. Keadaan tersebut
dapat dicapai menggunakan bahan silika ultra-murni (ultra-pure silica). Keadaan
ini masih bisa ditingkatkan, membuat silika memiliki transparasi tinggi pada
spektrum 1,4 mikrometer, yaitu dengan menambahkan gugus hidroksil (-OH). Gugus
hidroksil sendiri juga merupakan transmitter yang baik bila berada dalam
konsentrasi tinggi untuk sinar ultraviolet (UV).[3] Dengan
meningkatnya kerja transmisi dari suatu bahan, maka kehilangan data (data loss) dapat diperkecil dan dapat
memperbesar bandwith data itu
sendiri. Hal ini nantinya akan berperan besar dalam teknologi informasi
berbasis serat optik dalam pengaplikasian kota cerdas.
Untuk Indonesia sendiri menjadi
negara dengan potensi tinggi menggunakan serat optik sebagai basis kota cerdas.
Hal ini karena silika sebagai unsur utama dalam pembuatan serat optik dapat
ditemukan di berbagai tempat di Indonesia seperti di Sumatera Barat (cadangan
paling besar), Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung. Per tahun 2003 saja, Indonesia
memproduksi lebih dari 6 juta ton pasir kwarsa (bahan mentah sebelum diolah
menjadi silika).[4]
Selanjutnya,
pihak yang paling berperan besar dalam proses perkembangan penggunaan teknologi
serat optik di Indonesia adalah perusahaan-perusahaan penyedia jasa multimedia
seperti PT Telkom Indonesia, PT Indosat, dan PT Excel Komindo. Mereka berperan
tidak hanya dalam mencari keuntungan, namun juga sebagai pihak utama yang
berperan dalam branding serat optik. Branding berperan penting dalam
peningkatan minat masyarakat yang selanjutnya menjadi pendukung bagi pihak
pengembang untuk bekerja sama dengan pemerintah membangun desain kota menjadi
kota cerdas. Sudah lebih dari 7 juta penduduk Indonesia telah menggunakan
teknologi serat optik, dan ditargetkan pada tahun 2020 seluruh daerah di
Indonesia akan mendapatkan akses untuk teknologi serat optik.[5]
Langkah
terakhir adalah implementasi nyata. Kendala utama bagi Indonesia dalam
implementasi nyata mendesain daerah adalah birokrasi. Saat ini prioritas
pemerintah masih terus mendukung untuk mengirimkan hasil produk mentah ke luar
negeri (ekspor), berakibat tidak maskimalnya dalam pengolahan sumber daya
mineral. Selain itu juga dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk proses
pengembangan teknologi serat optik dan manufakturnya untuk diaplikasikan di
masyarakat guna meraih kota cerdas, di mana para investor masih terhalangi oleh
sistem birokrasi yang rumit.[6] Apabila dalam waktu dekat sistem
yang rumit ini dapat dibuat menjadi lebih sederhana, maka desain kota cerdas
berbasis teknologi serat fiber pun akan terwujud dalam waktu singkat.
Kesimpulannya, teknologi serat optik
sebagai basis kota cerdas masih bisa berkembang pesat terutama pada materi
penyusunnya untuk mencapai tingkat teknologi yang lebih cepat dan efisisen. Ini
didukung dengan kondisi alam Indonesia sebagai penyuplai material inti dari
serat fiber. Walaupun masih terkendala birokrasi, namun apabila tantangan ini
dapat diatasi, maka teknologi fiber yang sudah berkembang akan mendesain ulang
kota-kota di Indonesia menjadi kota cerdas dalam waktu dekat.
Referensi:
[1]
Senior, John M.; Jamro, M. Yousif. 2009. Optical fiber communications:
principles and practice. Pearson Education. pp. 7–9. ISBN 013032681X.
[2]
Musa, Sam. 2016. Smart City Roadmap. www.academia.edu.
[3]
Skuja, L.; Hirano, M.; Hosono, H.; Kajihara, K. (2005). "Defects in oxide
glasses". Physica status solidi (c). 2: 15–24. doi:10.1002/pssc.200460102.
[4]
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/PasirKwarsa/
[5]
http://www.datacon.co.id/Kabel2009JaringanFiberoptik.html
[6] http://www.kemenperin.go.id/artikel/5496/Birokrasi-&-Infrastruktur-Jadi-Kendala