6 Jun 2017

Esai Tentang Optik dan Smart City

Beda sama postingan sebelumnya, kali ini saya mengikuti sebuah open recruitment (bahasa kerennya oprec) untuk menjadi asisten lab di salah satu lab jurusan (lab fotonika). Salah satu persyaratannya yaitu menulis esai, temanya tentang salah satu bidang minat dari lab tersebut, dan jadilah yang terpilih adalah fiber optik. Well, it's worth reading. If you 'that kind of type guy'.


Sumber: Dokumentasi Pribadi


Serat Optik Sebagai Basis Kota Cerdas Indonesia

Oleh: 
Muhammad Ashobta Azry 
Teknik Fisika 2016

Serat optik (optical fiber) merupakan salah satu instrumen fotonika yang banyak berkembang dewasa ini. Serat optik digunakan untuk mentransmisikan cahaya dari ujung satu ke ujung yang lain yang memungkinkan transfer data melalui jarak yang jauh dengan bandwith data yang besar dibandingkan dengan kabel serat biasa.[1] Di sisi lain, dalam desain kota cerdas (smart city), diperlukan sebuah sistem teknologi informasi dan internet of things (IoT) yang mengintegrasi pembangunan yang ada dalam kota, kegiatan industri, perkantoran, pendidikan, serta kegiatan sehari-harinya.[2] Untuk mewujudkan kota cerdas melalui penggunaan serat optik, khususnya di daerah-daerah di Indonesia diperlukan adanya beberapa tahap: perkembangan teknologi serat optik dari sisi bahan dan kerjanya, proses penggunaan dan branding, serta implementasi nyata.

Proses perkembangan teknologi serat optik dari sisi bahan sedang gencar di lakukan. Bahan utama yang kini menjadi inti (core) dari serat fiber adalah silika. Hal ini karena silika memiliki sifat mentransmisikan cahaya yang cukup tinggi. Terutama pada spektrum dekat infrared (near-infrared atau near IR) sekitar 1,5 mikrometer, silika bisa memiliki daya serap cahaya dan kehilangan akibat penyebaran yang sangat rendah dengan orde 0,2 dB/km. Keadaan tersebut dapat dicapai menggunakan bahan silika ultra-murni (ultra-pure silica). Keadaan ini masih bisa ditingkatkan, membuat silika memiliki transparasi tinggi pada spektrum 1,4 mikrometer, yaitu dengan menambahkan gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil sendiri juga merupakan transmitter yang baik bila berada dalam konsentrasi tinggi untuk sinar ultraviolet (UV).[3] Dengan meningkatnya kerja transmisi dari suatu bahan, maka kehilangan data (data loss) dapat diperkecil dan dapat memperbesar bandwith data itu sendiri. Hal ini nantinya akan berperan besar dalam teknologi informasi berbasis serat optik dalam pengaplikasian kota cerdas.

Untuk Indonesia sendiri menjadi negara dengan potensi tinggi menggunakan serat optik sebagai basis kota cerdas. Hal ini karena silika sebagai unsur utama dalam pembuatan serat optik dapat ditemukan di berbagai tempat di Indonesia seperti di Sumatera Barat (cadangan paling besar), Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung. Per tahun 2003 saja, Indonesia memproduksi lebih dari 6 juta ton pasir kwarsa (bahan mentah sebelum diolah menjadi silika).[4]

Selanjutnya, pihak yang paling berperan besar dalam proses perkembangan penggunaan teknologi serat optik di Indonesia adalah perusahaan-perusahaan penyedia jasa multimedia seperti PT Telkom Indonesia, PT Indosat, dan PT Excel Komindo. Mereka berperan tidak hanya dalam mencari keuntungan, namun juga sebagai pihak utama yang berperan dalam branding serat optik. Branding berperan penting dalam peningkatan minat masyarakat yang selanjutnya menjadi pendukung bagi pihak pengembang untuk bekerja sama dengan pemerintah membangun desain kota menjadi kota cerdas. Sudah lebih dari 7 juta penduduk Indonesia telah menggunakan teknologi serat optik, dan ditargetkan pada tahun 2020 seluruh daerah di Indonesia akan mendapatkan akses untuk teknologi serat optik.[5]

Langkah terakhir adalah implementasi nyata. Kendala utama bagi Indonesia dalam implementasi nyata mendesain daerah adalah birokrasi. Saat ini prioritas pemerintah masih terus mendukung untuk mengirimkan hasil produk mentah ke luar negeri (ekspor), berakibat tidak maskimalnya dalam pengolahan sumber daya mineral. Selain itu juga dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk proses pengembangan teknologi serat optik dan manufakturnya untuk diaplikasikan di masyarakat guna meraih kota cerdas, di mana para investor masih terhalangi oleh sistem birokrasi yang rumit.[6] Apabila dalam waktu dekat sistem yang rumit ini dapat dibuat menjadi lebih sederhana, maka desain kota cerdas berbasis teknologi serat fiber pun akan terwujud dalam waktu singkat.

Kesimpulannya, teknologi serat optik sebagai basis kota cerdas masih bisa berkembang pesat terutama pada materi penyusunnya untuk mencapai tingkat teknologi yang lebih cepat dan efisisen. Ini didukung dengan kondisi alam Indonesia sebagai penyuplai material inti dari serat fiber. Walaupun masih terkendala birokrasi, namun apabila tantangan ini dapat diatasi, maka teknologi fiber yang sudah berkembang akan mendesain ulang kota-kota di Indonesia menjadi kota cerdas dalam waktu dekat.


Referensi:
[1] Senior, John M.; Jamro, M. Yousif. 2009. Optical fiber communications: principles and practice. Pearson Education. pp. 7–9. ISBN 013032681X.
[2] Musa, Sam. 2016. Smart City Roadmap. www.academia.edu.
[3] Skuja, L.; Hirano, M.; Hosono, H.; Kajihara, K. (2005). "Defects in oxide glasses". Physica status solidi (c). 2: 15–24. doi:10.1002/pssc.200460102.
[4] http://www.tekmira.esdm.go.id/data/PasirKwarsa/
[5] http://www.datacon.co.id/Kabel2009JaringanFiberoptik.html
[6] http://www.kemenperin.go.id/artikel/5496/Birokrasi-&-Infrastruktur-Jadi-Kendala